Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 60 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – Penyeimbangan Bab 60
“Bukan itu," protesnya, tapi tatapannya kelewat
polos. "Mereka tidak mengerti kenapa aku tak bisa meninggalkanmu."
Aku meringis. "Untuk masalah ini, aku juga tidak
mengerti."
Edward menggeleng pelan, matanya memandangi
langitlangit sebelum menatapku lagi.
"Sudah kubilang—kau sendiri tidak memahami
dirimu. Kau tidak seperti orangorang yang pernah kukenal. Kau membuatku
kagum." Aku memandang marah padanya, karena yakin ia sedang menggodaku
sekarang.
Ia tersenyum begitu memahami ekspresiku. "Dengan
keunggulan yang kumiliki," gumamnya, menyentuh dahinya dengan hati-hati,
"aku lebih baik daripada manusia umumnya.
Manusia bisa ditebak. Tapi kau... kau tak pernah
seperti yang kuduga. Kau selalu membuatku terkejut."
Aku berpaling, mataku kembali mengamati keluarganya,
merasa malu dan tidak puas. Kata-katanya membuatku merasa seperti kelinci
percobaan. Aku ingin menertawai diriku sendiri karena mengharapkan yang lain.
"Bagian itu cukup mudah untuk dijelaskan,"
lanjutnya.
Aku merasakan tatapannya di wajahku, tapi aku belum
bisa menatapnya, khawatir ia bisa saja membaca kekecewaan di mataku. Tapi ada
lagi... dan tak mudah menjelaskannya dengan kata-kata—
Aku masih memandangi keluarga Cullen ketika ia
berbicara. Tiba-tiba Rosalie, saudaranya yang berambut pirang dan luar biasa
cantik, berpaling dan menatapku. Tidak, bukan melihat—melainkan menatap marah
dengan tatapan gelap dan dingin.
Aku ingin berpaling, tapi tatapannya memerangkapku
sampai akhirnya Edward menghentikan kata-katanya dan menggeram marah.
Suaranya nyaris seperti desisan.
Rosalie membuang muka. dan aku lega karena terbebas
dari tatapannya. Aku kembali menatap Edward—dan tahu ia melihat perasaan
bingung dan takut yang memenuhi mataku.
Wajahnya tegang ketika menjelaskan. "Maaf soal itu.
Dia hanya khawatir. Begini... bukan hanya aku yang bakal terancam, kalau
setelah menghabiskan begitu banyak waktu denganmu terang-terangan..." Ia
menunduk.
"Kalau?"
"Kalau ini berakhir... dengan buruk." Ia
menaruh kepalanya di antara kedua tangannya seperti yang dilakukannya malam itu
di Port Angeles.
Kesedihannya sangat nyata; ingin rasanya aku
menenangkannya, tapi aku tak tahu bagaimana caranya. Kupaksakan tanganku
meraihnya; dengan cepat, meski akhirnya kujatuhkan lagi ke meja, khawatir
sentuhanku malah memperburuk keadaan.
Perlahan aku menyadari kata-katanya seharusnya
membuatku takut. Aku menunggu rasa takut itu, tapi sepertinya yang dapat
kurasakan hanya perasaan pedih karena rasa sakit yang dialaminya.
Dan perasaan frustrasi—frustrasi karena Rosalie telah
menyela apa pun itu yang hendak dikatakannya. Aku tak tahu bagaimana caranya
membuatnya membicarakannya lagi. Ia masih memegangi kepalanya.
Aku berusaha bicara sewajar mungkin. "Kau harus
pergi sekarang?"
"Ya." Ia mengangkat wajah; sesaat wajahnya
serius, kemudian suasana hatinya berubah dan ia tersenyum. "Mungkin ini
yang terbaik. Kita masih punya lima belas menit menonton film menyedihkan itu
di kelas Biologi— aku tidak yakin bisa melakukannya lagi."
Aku hendak beranjak. Alice—rambut gelapnya yang
pendek berpotongan lancip membingkai wajahnya yang seperti peri kecil—tiba-tiba
sudah berdiri tepat di belakang Edward.
Posturnya ramping, elegan meski tidak bergerak.
Edward menyapanya tanpa memalingkan pandangan dariku. "Alice."
“Edward." balasnya, suara soprano tingginya
nyaris sama menariknya seperti suara Edward.
“Alice, ini Bella—Bella, ini Alice," ia
memperkenalkan kami, menunjuk kami sesantai mungkin, senyum sinis mengembang di
wajahnya.
"Halo, Bella." Warna matanya yang seperti
batu obsidian tak bisa ditebak, tapi senyumnya bersahabat. "Senang
akhirnya bisa berkenalan."
Edward melontarkan pandangan misterius ke arahnya.
"Hai, Alice," sapaku malu-malu.
"Sudah siap?" tanyanya pada Edward.
Suaranya dingin.
"Hampir. Kita ketemu di mobil." Tanpa
mengucapkan apa-apa Alice meninggalkan kami; langkahnya sangat gemulai, begitu
anggun sehingga membuatku iri.
"Haruskah aku mengucapkan 'Selamat
bersenangsenang', atau kalimat itu tidak tepat?" tanyaku, berbalik
menghadap Edward lagi.
"Tidak, selamat bersenang-senang' sudah
cukup." Ia tersenyum.
"Kalau begitu, selamat bersenang-senang."
Aku berusaha terdengar tulus. Tentu saja aku tidak bisa menipunya. “Akan
kucoba." Ia masih tersenyum. "Dan kau, jagalah dirimu, kumohon."
“Aman di Forks—itu sih gampang."
“Bagimu memang gampang." Rahangnya mengeras.
“Janji.”
“Aku janji akan menjaga diri," ulangku.
"Aku akan mencuci malam ini—pasti bakal penuh bahaya." “Jangan
terjatuh," ejeknya. “Lihat saja."
Ia bangkit berdiri, aku juga.
"Sampai ketemu besok," desahku.
"Sepertinya bakalan lama bagimu, ya kan?"
godanya. Aku mengangguk sedih.
“Aku akan datang esok pagi," ia berjanji,
tersenyum lebar. Ia mengulurkan tangan, menyentuh wajahku, mengusap lembut
pipiku. Lalu ia berbalik dan pergi. Aku memandanginya hingga ia tak terlihat
lagi.
Aku amat tergoda untuk membolos selama sisa pelajaran hari
itu, setidaknya pelajaran Olahraga, tapi insting menghentikan niatku. Aku tahu
kalau aku menghilang sekarang, Mike dan yang lain pasti menduga aku pergi
dengan Edward. Dan Edward sendiri mengkhawatirkan kebersamaan kami yang
terang-terangan seperti ini... kalau saja semuanya tidak berjalan semestinya.
Aku mencoba mengenyahkan keinginanku itu, dan lebih berkonsentrasi membuat segalanya lebih aman baginya. Dengan sendirinya aku tahu—dan rasanya ia juga— bahwa esok adalah saat yang penting. Hubungan kami tak bisa berlanjut secara seimbang, seperti layaknya hubungan di ujung tanduk. Kami akan terjatuh ke satu sisi atau sisi lain, tergantung sepenuhnya pada keputusannya, atau instingnya.
Penutup Novel Twilight –
Penyeimbangan Bab 60
Gimana Novel twilight – Port Penyeimbang Bab 60 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: