Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 53 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – Integritas Bab 53
"Well,
terutama karena waktu kubilang kepada Charlie akan pergi ke Seattle, dia secara
spesifik bertanya apakah aku pergi sendirian, dan waktu itu, memang ya. Kalau
dia bertanya lagi, barangkali aku tidak akan berbohong, tapi rasanya dia tidak
akan bertanya lagi, dan meninggalkan truk di rumah akan membuatnya
bertanya-tanya. Juga karena cara menyetirmu membuatku takut." Ia memutar
bola matanya.
"Dari semua hal dalam diriku yang bisa membuatmu
takut, kau malah takut dengan caraku mengemudi." Ia menggeleng-geleng tak
percaya, tapi kemudian matanya berubah serius lagi.
"Tidakkah kau ingin memberitahu ayahmu, kau akan
melewatkan hari itu bersamaku?" Ada maksud lain yang tak kumengerti di
balik pertanyaannya.
"Dengan Charlie, berbohong selalu lebih
baik." Aku yakin soal itu.
"Lagi pula, memangnya kita mau ke mana?"
"Prakiraan cuacanya bagus, jadi aku akan menghilang
untuk sementara... dan kau bisa ikut bersamaku kalau mau." Lagi-lagi ia
membiarkanku memilih keputusanku.
"Dan kau akan memperlihatkan padaku yang
kaumaksud mengenai matahari?" tanyaku, gembira oleh gagasan akan
terungkapnya misteri ini.
"Ya." Ia tersenyum,
lalu terdiam.
"Tapi kalau kau tidak
ingin... berduaan denganku, aku tetap tak ingin kau pergi ke Seartle sendirian.
Aku khawatir memikirkan masalah yang mungkin menimpamu di kota sebesar
itu." Aku jengkel.
"Phoenix tiga kali lebih
besar dari pada Seattle—itu baru jumlah populasinya. Untuk ukuran—"
“Tapi nyatanya," ia
menyelaku,
"kecelakaan yang kaualami
tidak bermula di Phoenix. Jadi, lebih baik kau berada di dekatku." Matanya
kembali menyala-nyala.
Aku tak bisa membantah, baik
tatapan maupun maksudnya, lagi pula ia benar
"Karena itu sudah terjadi,
aku tak keberatan berduaan saja denganmu."
"Aku tahu." desahnya,
merenung.
"Meski begitu, kau harus
memberitahu Charlie.”
"Kenapa aku harus repot-repot
melakukannya?" Sorot matanya tiba-tiba mengeras.
"Sebagai satu alasan kecil bagiku untuk
memulangkanmu."
Aku menelan ludah. Tapi setelah berpikir sesaat, aku
menjadi yakin.
“Kurasa aku akan mengambil risiko itu." Ia
menghela napas marah, dan memalingkan wajah.
"Kira bicara yang lain saja," usulku.
"Apa yang ingin kaubicarakan?" tanyanya. Ia
masih kesal.
Aku memandang sekelilingku, memastikan tak seorang
pun mendengarkan. Ketika menyapukan pandangan ke seluruh ruangan, aku bertemu
pandang dengan adiknya, Alice, yang sedang menatapku.
Yang lain memandangi Edward. Aku buru-buru
mengalihkan pandangan kepada Edward, dan melontarkan hal pertama yang terlintas
dalam benakku.
"Kenapa kau pergi ke Goar Rocks akhir pekan
lalu...
untuk berburu? Charlie bilang, itu bukan tempat yang
baik untuk hiking, banyak beruang."
Ia menatapku seolah aku melewatkan sesuatu yang
sangat jelas.
“Beruang?" aku menahan napas dan ia tersenyum
mencemooh.
“Kau tahu, sekarang bukan musim berburu beruang"
aku menambahkan dengan tegas, untuk menyembunyikan keterkejutanku.
“Kalau kau membaca dengan teliti, peraturannya hanya
mencakup berburu dengan senjata," ia memberitahuku. Dengan perasaan senang
ia mengamati wajahku sementara aku perlahan-lahan memahami ucapannya.
"Beruang?" ulangku terbata-bata.
"Beruang Grizzly adalah kesukaan Emmett."
Suaranya masih tenang, namun matanya mengamati reaksiku. Aku mencoba
mengendalikan diri.
"Hmmm," kataku sambil menggigit pizza lagi
agar bisa menunduk. Aku mengunyah perlahan lalu meminum Coke, tanpa memandang
ke arahnya.
"Jadi," kataku setelah sesaat, akhirnya
menatap matanya yang gelisah. "Kesukaanmu apa?"
Alisnya terangkat dan senyum kecewa tersungging di
ujung bibirnya. "Singa gunung."
"Ah," kataku sopan, berpura-pura tidak
tertarik, sambil mencari sodaku lagi.
"Tentu saja," katanya, nada suaranya
menyamai nada suaraku,
"kami harus berhati-hati agar tidak membahayakan
lingkungan dengan kegiatan berburu kami. Kami berusaha fokus pada area yang
jumlah populasi binatang predatornya tinggi—menciptakan daerah jangkauan sejauh
mungkin. Di sekitar sini ada banyak rusa dan kijang, dan itu sebenarnya cukup,
tapi di mana kesenangannya?" Ia tersenyum menggoda.
"Ya, benar," aku bergumam sambil menggigit
pizza lagi. "Awal musim semi adalah musim berburu beruang kesukaan
Emmett—mereka baru saja selesai hibernasi, jadi lebih pemarah." Ia
tersenyum mengingat sesuatu yang lucu.
"Tak ada yang lebih menyenangkan daripada
beruang Grizzly yang sedang marah." Aku mengangguk menyetujuinya.
Ia tertawa terbahak-bahak, menggelengkan kepala.
“Tolong katakan apa yang benar-benar
kaupikirkan."
"Aku mencoba membayangkannya—tapi tidak bisa.
aku mengakuinya. "Bagaimana kalian berburu beruang tanpa senjata?"
"Oh, kami punya senjata." Ia memamerkan
gigi putihnya dengan senyum mengerikan.
Aku menahan tubuhku agar tidak bergidik sebelum ia
melihatnya.
"Pokoknya bukan jenis senjata yang terpikir oleh
mereka ketika membuat peraturan berburu. Kalau kau pernah melihat beruang
menyerang di acara televisi, kau seharusnya bisa membayangkan cara Emmett
berburu."
Aku tak bisa menghentikan rasa rakut yang menjalari
punggungku. Aku melirik ke seberang kafetaria, ke arah Emmett, untung ia tidak
sedang melihat ke arahku. Otot kekar yang membungkus lengan dan torsonya
sekarang bahkan lebih menakutkan lagi.
Edward mengikuti arah pandanganku dan tergelak. Aku
menatapnya, ngeri.
"Apa kau juga seperti beruang?" tanyaku
pelan. "Lebih seperti singa, atau begitulah kata mereka," katanya
enteng. "Barangkali pilihan kami mencerminkan kepribadian kami."
Aku berusaha tersenyum. "Barangkali," aku
mengulanginya.
Tapi pikiranku dipenuhi bayanganbayangan yang
bertolak belakang dan tak bisa kusatukan.
"Apakah aku akan pernah melihatnya?"
"Tentu saja tidak!" Wajahnya memucat bahkan
lebih dari biasanya, dan matanya tiba-tiba berkilat marah. Aku menyandarkan tubuhku
ke belakang, tertegun, dan— meskipun tak pernah mengaku padanya—takut melihat
reaksinya. Ia juga menyandarkan tubuh, bersedekap.
“Terlalu menakutkan buatku?" tanyaku ketika
dapat mengendalikan suaraku lagi.
"Kalau memang itu, aku akan mengajakmu keluar
malam ini," katanya, nada suaranya dingin.
"Kau perlu merasakan ketakutan yang sebenarnya.
Tak ada cara yang lebih baik buatmu.”
"Lalu kenapa?" desakku, mencoba mengabaikan
kemarahannya.
Ia menatapku marah selama satu menit yang panjang.
"Sampai nanti," akhirnya ia berkat, Dengan satu gerakan kecil ia
sudah bangkit berdiri.
“Kita bakal terlambat." Aku memandang
berkeliling, ia benar, kafetaria hampir kosong.
Saat aku bersamanya, waktu dan keberadaanku begitu
tak nyata hingga aku benar-benar tak menyadari keduanya Aku melompat, meraih
tasku dari sandaran kursi. "Kalau begitu, sampai nanti," timpalku.
Aku takkan lupa.
Penutup Novel Twilight –
Integritas Bab 53
Gimana Novel twilight – Port Integritas Bab 53 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: