Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 34 yang dipersembahkan oleh
Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan
solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.
Baca Novel Twilight – Mimpi
Buruk Bab 34
menjadikan jaketku alas antara kayu yang lembab
dengan pakaianku, dan menyandarkan kepala ke pohon satunya.
Ini tempat yang buruk untuk didatangi. Seharusnya aku
tahu, tapi mau ke mana lagi? Hutan ini berwarna hijau pekat dan sangat mirip
dengan yang ada di mimpiku semalam, membuatku gelisah. Kini setelah decak
langkah kakiku tak terdengar lagi, keheningan terasa mencekam.
Burung-burung membisu, suara tetesan air semakin
sering terdengar, jadi di atas sana pasti sudah turun hujan. Kini setelah aku
duduk, belukar itu lebih tinggi dari kepalaku, dan aku tahu seseorang bisa saja
berjalan di jalan setapak yang hanya satu meter jauhnya, tanpa melihatku.
Di sini, di antara pepohonan, lebih mudah untuk
memercayai kegilaan yang membuatku resah di rumah tadi. Tak ada yang berubah di
hutan ini selama ribuan tahun,
dan semua mitos serta legenda
dari tempat berbeda-beda itu sepertinya lebih mungkin di hutan hijau berkabut
ini, daripada di kamar tidurku.
Kupaksa diriku berkonsentrasi pada dua pertanyaan
paling penting yang harus kujawab, tapi aku melakukannya dengan sangat enggan.
Pertama, aku harus memutuskan apakah perkataan Jacob
tentang keluarga Cullen benar adanya.
Reaksi yang langsung muncul adalah menentangnya.
Rasanya konyol dan tidak wajar memercayai kegilaan
itu. Tapi lalu apa? batinku. Tak ada penjelasan rasional mengenai bagaimana aku
masih hidup saat ini. Aku membuat daftar lagi dalam pikiranku mengenai hal-hal
yang kuamati sendiri: kecepatan dan kekuatan yang mustahil, perubahan warna
mata dan hitam menjadi emas dan hitam lagi, ketampanan yang tidak manusiawi,
kulit yang pucat dan dingin.
Terlebih lagi—hal-hal kecil yang muncul
perlahan-lahan—bagaimana mereka tak pernah tampak makan, keanggunan mengagumkan
dalam gerak mereka. Dan caraka kadang-kadang bicara, dengan frase dan irama
tidak biasa yang lebih tepat digunakan dalam novel kuno daripada percakapan di
kelas pada abad ke-21. Ia membolos ketika kami sedang menggolongkan darah. Ia
tidak menolak ajakan jalan-jalan ke pantai sampai ketika ia mendengar ke mana
tujuan kami. Ia sepertinya tahu apa yang dipikirkan orang-orang di
sekitarnya... kecuali aku. Ia telah memberitahuku bahwa ia jahat, berbahaya...
Mungkinkah keluarga Cullen adalah vampir? Well, mereka memang sesuatu. Sesuatu di luar pembenaran rasional telah terjadi di depan
mataku yang tidak percaya. Entah itu makhluk dingin versi Jacob ataukah teori
superhero-ku sendiri, Edward Cullen bukanlah... manusia. Ia lebih dari itu.
Jadi—barangkali.
Inilah jawabanku sekarang. Lalu pertanyaan paling
penting dari semuanya. Apa yang akan kulakukan kalau dugaanku benar? Jika
Edward benar vampir—aku nyaris tak bisa memaksa diriku memikirkan kata itu—apa
yang harus kulakukan? Melibatkan orang lain jelas tak mungkin. Aku bahkan tak
memercayai diriku sendiri; siapa pun pasti menganggapku bergurau.
Sepertinya hanya ada dua pilihan. Pertama mengikuti
nasihatnya: bersikap pintar, menghindarinya sebisa mungkin. Membatalkan rencana
kami, mengabaikannya sebisaku. Berpura-pura ada kaca tebal tak bisa tembus di
antara kami. Memintanya menjauhiku—dan kali ini
benarbenar serius.
Tiba-tiba aku merasa sangat putus asa memikirkan
kemungkinan tersebut. Pikiranku menolak rasa sakit itu, dan bergegas beralih ke
pilihan lain.
Aku tak bisa melakukan yang lain. Lagi pula, seandainya
ia... jahat, sejauh ini ia belum melakukan sesuatu yang bisa menyakitiku.
Sebaliknya aku bisa habis digilas mobil Tyler kalau saja ia tidak langsung
bertindak cepat.
Amat sangat cepat, sergahku dalam hati, hingga itu mungkin
saja murni tindakan spontan. Tapi kalau menyelamatkan nyawa adalah tindakan
spontan baginya, seberapa jahatkah ia? tukasku marah. Kepalaku berputar dalam
lingkaran jawaban yang tak berujung.
Satu hal yang aku yakin, kalau memang yakin. Gambaran
gelap Edward dalam mimpiku semalam hanyalah cerminan ketakutanku terhadap
cerita Jacob, bukannya karena Edward sendiri.
Tetap saja ketika aku menjerit ketakutan karena
serangan serigala itu, bukanlah rasa takut akan serigala itu yang membuatku
meneriakkan kata "tidak".
Itu adalah ketakutanku bahwa ia bisa terluka— bahkan
ketika ia memanggilku dengan taringnya yang panjang dan runcing. Aku mengkhawatirkannya.
Dari situlah aku mendapatkan jawabanku. Aku benarbenar tidak tahu bahwa
sebelumnya juga ada pilihan. Aku sudah terlibat terlalu jauh. Sekarang setelah
tahu— seandainya aku benar-benar tahu—tak ada yang bisa kulakukan tentang
rahasiaku yang menakutkan itu.
Karena ketika aku memikirkan Edward, suaranya,
matanya yang menyihir, daya tarik kepribadiannya, aku tak menginginkan yang
lain kecuali berada di dekatnya saat ini. Meskipun... tapi aku tak bisa
memikirkannya.
Tidak di sini, kala aku sendirian di hutan yang mulai
gelap ini. Tidak ketika hujan membuat suasana teramat temaram bagai langit di
bibir malam di bawah payung dedaunan, berderai-derai bagaikan langkah-langkah
kaki melintasi lantai bumi. Aku bergidik ngeri dan langsung bangkit dari tempat
persembunyian, waswas jalan setapak itu telah lenyap tersapu hujan. Tapi jalan
kecil itu masih di sana, aman dan jelas, berkelok di antara labirin hijau yang
menetes-netes.
Aku bergegas mengikutinya, tudung jaketku menutup
rapat kepalaku. Ketika aku nyaris berlari di antara pepohonan, aku terkejut
menyadari betapa dalamnya aku telah memasuki hutan itu. Aku mulai
bertanya-tanya apakah arahku benar, atau aku malah mengikuti jalan setapak ini
semakin dalam ke hutan yang rapat.
Sebelum kelewat panik, aku mulai melihat ruang
terbuka di antara rantingranting pepohonan yang bertautan.
Lalu aku bisa mendengar suara mobil melintasi
jalanan, dan aku pun terbebas, pekarangan Charlie membentang di hadapanku,
rumahnya memberi isyarat padaku, menjanjikan kehangatan dan pakaian kering.
Penutup Novel Twilight – Mimpi
Buruk Bab 34
Gimana Novel twilight – Mimpi Buruk Bab 34 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: