Thursday, January 20, 2022

Bab 29 Novel Twilight – Golongan Darah - Baca Di Sini

Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight Bab 29 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight –Golongan Darah Bab 29

Selama makan siang awan mulai berkumpul, perlahanlahan menutupi langit biru, kadang-kadang menghalangi matahari, menciptakan bayangan panjang sepanjang pantai, dan membuat ombak berubah gelap. Selesai makan orangorang

mulai berpencar dalam kelompok lebih kecil, berdua atau bertiga. Beberapa menghampiri gelombang yang menyapu bibir pantai, mencoba melompati bebatuan yang permukaannya kasar. Yang lain bersama-sama mengadakan ekspedisi menuju kolam pinggir laut. Mike—bersama Jessica yang selalu mengekorinya— beranjak ke toko di pedesaan.

Beberapa anak setempat ikut bersama mereka; yang lain ikut mendaki. Ketika mereka sudah berpencar dengan urusan masing-masing, aku duduk sendirian di seonggok kayu, bersama Lauren dan Tyler yang sibuk mendengarkan CD yang dibawa satu dari kami. Tiga remaja dari reservasi mengitari api, termasuk cowok bernama Jacob dan cowok lebih tua yang sepertinya berperan sebagai juru bicara.

Novel Twilight


Beberapa menit setelah Angela pergi bersama para pendaki, Jacob pindah duduk di sebelahku, menggantikan Angela. Sepertinya dia berumur empat belas, mungkin lima belas, rambutnya yang hitam panjang mengilap diikat di tengkuk.

Kulitnya menawan, halus dan kecokelatan; matanya gelap, sangat cekung karena tulang pipinya tinggi. Ia masih tampak kekanak-kanakan karena dagunya yang agak gemuk. Secara keseluruhan wajahnya sangat tampan. Bagaimanapun juga penilaian positifku mengenai rupanya langsung berubah akibat kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya.

"Kau Isabella Swan, kan?"

Rasanya seolah pengalaman hari pertama sekolah terulang kembali.

"Bella," keluhku.

"Aku Jacob Black." Ia mengulurkan tangan dengan ramah. Kau membeli truk ayahku."

"Oh," sahutku lega, sambil menjabat tangannya yang ramping. "Kau putra Billy. Mungkin seharusnya aku mengingatmu."

"Bukan, aku yang bungsu—kau pasti ingat kakak-kakak ku."

"Rachel dan Rebecca," tiba-tiba aku teringat. Charlie dan Billy sering menyuruh kami bermain bersama setiap kali aku berkunjung ke Forks, agar mereka bisa pergi memancing Kami semua pemalu sehingga sulit untuk bisa berteman.

Tentu saja ketika umurku sebelas tahun, aku selalu membuat ayahku marah sehingga acara memancing pun terhenti.

"Apakah mereka ada di sini?" Aku memerhatikan para cewek di ujung pantai, membayangkan apakah sekarang aku bisa mengingat mereka.

"Tidak." Jacob menggeleng. "Rachel mendapat beasiswa untuk belajar di Washington, dan Rebecca sudah menikah dengan peselancar Samoa—sekarang dia tinggal di Hawaii."

"Menikah. Wow." Aku terpana mengingat usia si kembar tak beda jauh dariku. Mereka hanya setahun lebih tua dariku.

"Jadi, kau menyukai truknya?" tanyanya.

"Aku menyukainya. Truknya hebat."

"Yeah, tapi jalannya pelan sekali," ia tertawa.

"Aku lega sekali waktu Charlie membelinya. Ayahku takkan mengizinkanku membuat yang baru kalau kami masih memiliki kendaraan yang menurutnya sempurna."

"Tidak sepelan itu kok," sergahku.

"Kau pernah mencoba lebih dari enam puluh kilometer per jam?"

"Belum," jawabku.

"Bagus. Kalau begitu jangan." Ia nyengir.

Aku tak bisa menahan diri untuk tidak balas tersenyum.

"Tapi truk itu hebat untuk urusan tabrak-menabrak," kataku membanggakan truk yang sekarang milikku itu. "Kurasa tank pun tak bisa mengalahkannya," Jacob menimpali sambil tertawa.

"Jadi kau bisa merakit mobil?" tanyaku, terkagumkagum.

“Ya, kalau aku punya waktu dan semua perlengkapannya. Kau tidak tahu dari mana aku memperoleh kemampuan mengotak-atik silinder mesin Volkswagen Rabbit tahun 1986, kan?" candanya. Suaranya serak, namun enak didengar.

"Maaf," aku tertawa, "aku belum tahu, tapi aku berjanji akan mencari tahu." Seolah-olah aku tahu saja apa maksudnya tadi. Ia sangat mudah diajak bicara. Ia tersenyum menawan, memandangku bersahabat, sorot matanya masih coba kupahami. Ternyata bukan hanya aku yang memerhatikan.

"Kau kenal Bella, Jacob?" tanya Lauren—dengan nada yang kupikir kasar—dari seberang.

"Boleh dibilang kami sudah saling kenal sejak aku lahir," ia tertawa, tersenyum padaku lagi.

"Bagus sekali." Lauren sama sekali tak terdengar sungguh-sungguh dengan ucapannya, dan mata pucatnya yang curiga menyipit.

"Bella," panggilnya lagi, sambil memerhatikan wajahku.

"Aku baru saja bilang pada Tyler, sayang sekali tak satu pun anak-anak Cullen ikut hari ini. Tak adakah yang terpikir untuk mengajak mereka?" Ekspresi kepeduliannya tidak meyakinkan.

"Maksudmu anak-anak dr. Carlisle Cullen?" cowok lebih tua yang bertubuh jangkung bertanya sebelum aku menjawab Lauren, dan tentu saja ini membuat Lauren jengkel. Cowok itu lebih mirip pria dewasa daripada remaja, dan suaranya sangat berat.

"Ya, kaukenal mereka?" Lauren terdengar mengejek, dan setengah berbalik menghadapnya.

"Anak-anak Cullen tidak datang ke sini," jawabnya dengan nada mengakhiri pembicaraan, mengabaikan pertanyaan Lauren.

Tyler, yang mencoba menarik kembali perhatian Angela meminta pendapat tentang CD yang dipegangnya.

Perhatian Angela pun teralihkan.

Aku menatap cowok bersuara berat itu, terkejut, tapi ia menatap lurus jauh ke hutan gelap di belakang kami. Katanya anak-anak Cullen tidak datang ke sini, tapi nada suaranya seperti mengatakan hal lain—bahwa mereka tidak diizinkan; mereka dilarang datang. Sikapnya meninggalkan kesan janggal bagiku, kucoba mengabaikannya tapi tidak berhasil.

Jacob mengusik ketenanganku. "Jadi, apakah Forks sudah membuatmu sinting?”

"Oh, bagiku itu sesuatu yang ironis." Aku nyengir. Ia tersenyum penuh pengertian.

Aku masih memikirkan komentar tentang anak-anak keluarga Cullen, dan tiba-tiba saja mendapat inspirasi. Rencana bodoh, tapi aku tak punya ide yang lebih bagus. Kuharap Jacob yang masih muda itu belum begitu berpengalaman dengan cewek, sehingga ia tak menyadari usaha menyedihkanku untuk merayunya.

"Kau mau jalan-jalan di pantai bersamaku?" tanyaku, mencoba meniru cara Edward memandang dari balik bulu matanya.

Penutup Novel Twilight – Golongan Darah Bab 29

Gimana Novel twilight – Golongan Darah Bab 29 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol nvaigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: