Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 27 yang dipersembahkan oleh
Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan
solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.
Baca Novel Twilight –Golongan Darah Bab 27
Di mejaku yang biasa, semua sibuk membicarakan
rencana besok. Mike sudah ceria lagi, ia menaruh harapan besar pada ramalan
cuaca bahwa besok bakal cerah. Aku harus melihatnya sendiri sebelum
memercayainya. Tapi hari ini udara lebih hangat—hampir 15°C. Barangkali rencana
jalan-jalan kami tidak bakal kelewat menyedihkan.
Selama makan siang Lauren menatapku dengan kurang
bersahabat. Aku tidak mengerti kenapa, sampai ketika kami bersama-sama
meninggalkan kafetaria. Aku tepat di belakangnya, hanya sejengkal di belakang
rambut pirang keemasannya yang tebal, dan ia tidak menyadarinya.
"...tak tahu kenapa Bella"—ia mencibir
ketika menyebut namaku—
"tidak duduk saja dengan keluarga Cullen mulai
sekarang," aku mendengarnya bergumam pada Mike.
Aku tak pernah memerhatikan betapa tidak ramah dan
sengau suaranya, dan aku terkejut dengan kebencian yang terdengar di dalamnya.
Aku benar-benar tak mengenalnya dengan baik selama ini, jelas tak cukup baik
baginya untuk tidak menyukaiku—atau begitulah menurutku.
"Dia temanku; dia duduk bersama kita," Mike
berbisik padanya, menunjukkan kesetiaannya padaku, tapi juga sedikit posesif.
Aku berhenti
untuk membiarkan Jessica dan Angela melewatiku. Aku tak ingin mendengar apa-apa
lagi. Malam itu, saat makan malam, Charlie sepertinya bersemangat mengenai
jalan-jalanku ke La Push esok pagi.
Kurasa ia merasa bersalah karena meninggalkanku
sendirian di rumah pada akhir pekan, tapi sudah terlalu lama ia hidup dengan
kebiasaan itu, sehingga sulit untuk mengubahnya. Tentu saja ia tahu semua nama
anak-anak yang akan pergi, dan orangtua mereka, dan barangkali kakek buyut
mereka juga. Kelihatannya ia tidak keberatan.
Aku membayangkan apakah ia akan menyetujui rencanaku
pergi ke Seattle bersama Edward Cullen. Bukannya aku bakal memberitahunya.
"Dad, kau tahu tempat bernama Goat Rocks atau
semacamnya? Kurasa di selatan Gunung Rainier," tanyaku santai. "Yeah,
kenapa?"
Aku mengangkat bahu. "Beberapa teman berencana
akan kemping di sana."
“Itu bukan tempat yang terlalu bagus buat
kemping." Ia terdengar terkejut. "Terlalu banyak beruang. Kebanyakan
orang pergi ke sana pada musim berburu." “Oh," gumamku. "Mungkin
aku salah mengingat namanya."
Aku bermaksud pergi tidur, tapi cahaya terang yang tidak
biasa membangunkanku. Kubuka mataku dan melihat cahaya kuning terang memancar
lewat jendela. Aku tak percaya. Aku bergegas ke jendela untuk memeriksanya, dan
bisa dipastikan, matahari bersinar.
Bukan di tempat semestinya, terlalu rendah, dan tidak
kelihatan terlalu dekat seperti seharusnya, tapi jelas itu matahari. Awan-awan
menggantung di langit, tapi potongan langit biru cerah menyeruak di tengahnya.
Aku berdiri di jendela selama mungkin, khawatir kalau kutinggalkan, langit biru
itu akan lenyap lagi.
Toko Olympic Outfitters milik keluarga Newton
terletak di utara kota. Aku sudah pernah melihatnya, tapi belum pernah singgah
di sana—sudah lama aku tidak membutuhkan perlengkapan kemping. Di lapangan
parkir aku mengenali mobil Suburban Mike dan Sentra Tyler.
Ketika aku memarkir trukku di sebelah mobil mereka,
aku bisa melihat anak-anak lain berkumpul di depan Suburban. Eric ada di sana,
bersama dua cowok lain yang juga sekelas denganku; aku cukup yakin namanya Ben
dan Conner. Jess ada di sana, diikuti Angela dan Lauren. Tiga cewek lagi
berdiri bersama mereka, yang satu aku ingat jatuh di gimnasium Jumat lalu.
Cewek itu menatapku jijik ketika aku keluar dari
truk, dan membisikkan sesuatu kepada Lauren. Lauren mengibaskan rambut
pirangnya yang halus dan memandangku dengan tatapan mengejek.
Jadi sekarang dimulailah hari-hariku yang
menyedihkan.
Setidaknya Mike senang melihatku.
"Kau datang!" serunya, gembira. "Sudah
kubilang hari bakal cerah, kan?"
"Sudah kubilang aku bakal datang," aku
mengingatkan. "Kami sedang menunggu Lee dan Samantha... kecuali kau
mengundang seseorang," Mike menambahkan.
"Tidak," ujarku berbohong, berharap tidak
ketahuan.
Tapi aku juga berharap ada mukjizat dan Edward
muncul.
Mike tampak puas.
"Maukah kau ikut mobilku? Pilihannya itu atau
minivan ibu Lee.”
"Oke."
Ia tersenyum bahagia. Betapa mudahnya membuat Mike
senang.
"Kau boleh membawa senjata," ujarnya. Aku
mengulum senyum. Tidak mudah membuat Mike dan Jessica senang sekaligus. Bisa
kulihat Jessica menatap marah kepada kami. Meski begitu, jumlah anak yang ikut
ternyata membantuku. Lee mengajak dua orang lagi, sehingga semua mobil penuh.
Aku berhasil menyelipkan Jessica di antara Mike dan aku, duduk di kursi depan
Suburban Mike.
Mike tampak kecewa, tapi setidaknya Jess kelihatan
puas.
Jarak antara La Push dan Forks hanya lima belas mil.
Sepanjang jalan ke sana dipenuhi hutan hijau lebat yang indah sekali, dan
Sungai Quillayute yang lebat. Aku senang bisa duduk dekat jendela. Kami membuka
jendelanya— keadaan di dalam Suburban agak sesak dengan sembilan penumpang—dan
aku berusaha menyerap sinar matahari sebanyak mungkin.
Aku sudah sering mengunjungi pantai-pantai di sekitar La Push
selama kunjunganku ke Forks pada musim panas bersama Charlie, sehingga jalan
panjang melingkar menuju First Beach sudah tak asing lagi bagiku. Tapi tetap
saja memesona.
Airnya kelabu gelap, bahkan di bawah sinar matahari
sekalipun, tampak pucat menjorok ke pantai berbatu yang berwarna keabu-abuan.
Pulau-pulau bermunculan dari perairan pelabuhan dengan tebing-tebing curam di
sisinya, naik ke puncak yang tak beraturan, dan dimahkotai pepohonan cemara
yang menjulang.
Pantainya hanya dilapisi sehamparan sempit pasir, yang setelah itu berubah menjadi bebatuan besar halus yang jumlahnya ribuan, yang dari kejauhan tampak abu-abu, namun dari dekat warnanya seperti segala macam bebatuan: merah bata, hijau laut, lavender, biru, abu-abu, keemasan yang kusam. Garis pantai penuh dengan driftwood raksasa yang memutih karena terpaan air laut yang asin, beberapa berimpitan di bibir hutan, beberapa sendirian, jauh dari jangkauan ombak.
Penutup Novel Twilight –
Golongan Darah Bab 27
Gimana Novel twilight – Golongan Darah Bab 27 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: