Thursday, January 20, 2022

Bab 26 Novel Twilight – Golongan Darah - Baca Di Sini

Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight Bab 26 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight –Golongan Darah Bab 26

"Kenapa?" tanyanya, penasaran lagi. "Ibuku selalu bilang aku berusia 35 tahun ketika dilahirkan dan umurku semakin mendekati paruh baya setiap tahun.

" Aku tertawa, lalu menghela napas. "Well, harus ada yang menjadi orang dewasanya." Aku berhenti sebentar.

"Kau sendiri tidak kelihatan seperti murid SMA yang masih baru," kataku.

Novel Twilight


Raut wajahnya berubah dan ia langsung mengganti topik pembicaraan.

"Jadi, kenapa ibumu menikah dengan Phil?" Aku terkejut ia mengingat nama itu; aku baru menyebutnya sekali, itu pun hampir dua bulan yang lalu.

Butuh beberapa saat untuk menjawabnya.

"Ibuku... sangat muda bagi umurnya. Kupikir Phil membuatnya merasa lebih muda lagi. Bagaimanapun juga, dia tergila-gila pada Phil.

" Aku menggeleng-gelengkan kepala. Ketertarikan Mom pada Phil merupakan misteri bagiku.

"Kau menyetujuinya?" tanya Edward.

"Apakah itu penting?" tantangku.

"Aku ingin dia bahagia... Phil laki-laki yang diinginkannya."

"Kau baik sekali... aku jadi berpikir," ujarnya kagum. "Apa?"

"Menurutmu, apa dia akan melakukan hal yang sama untukmu? Siapa pun pilihanmu?"

Tiba-tiba ia berubah serius, matanya mencari-cari jawaban di mataku.

"Ku-kurasa," ujarku terbata-bata.

"Tapi bagaimanapun, dialah sang orangtua. Jadi agak berbeda."

 "Kalau begitu tak ada yang terlalu menyeramkan," godanya.

Aku nyengir. "Apa maksudmu menyeramkan? Macammacam tindikan di wajah dan tato-tato?"

"Kurasa itu salah satunya."

"Menurutmu bagaimana?"

Tapi ia mengabaikan pertanyaanku dan menanyakan hal lain.

"Apakah pikirmu aku bisa menyeramkan?" Satu alisnya terangkat dan secercah senyum membuat wajahnya tampak sedikit cerah.

Sesaat aku berpikir mana yang sebaiknya kukatakan, kebenaran atau kebohongan. Kuputuskan untuk mengatakan yang sejujurnya. "Hmmm... kupikir kau bisa, kalau mau."

"Apakah sekarang kau takut padaku?" Senyumnya lenyap dan wajahnya yang indah sekonyong-konyong serius.

"Tidak." Tapi aku menjawab terlalu cepat. Ia kembali tersenyum.

"Jadi, apakah sekarang kau mau menceritakan tentang keluargamu?" aku bertanya untuk mengalihkan perhatiannya.

“Pasti ceritamu lebih bagus daripada aku." Ia langsung berhati-hati. "Apa yang ingin kauketahui* "Keluarga Cullen mengadopsimu.'" tanyaku.

"Ya."

Beberapa saat aku jadi ragu. "Apa yang terjadi dengan orang, tuamu?"

"Mereka meninggal bertahun-tahun yang lalu." Suaranya datar.

"Maafkan aku," gumamku.

"Aku tak begitu ingat mereka. Sekarang Carlisle dan Esme sudah cukup lama menjadi orangtua bagiku."

"Dan kau menyayangi mereka." Itu bukan pertanyaan. Perasaan itu tampak jelas dari caranya membicarakan mereka.

"Ya" Ia tersenyum. "Aku tak pernah membayangkan dua orang lain yang lebih baik."

"Kau sangat beruntung."

"Aku tahu."

"Kakak dan adikmu?"

Ia melirik jam di dasbor.

"Saudara-saudaraku, Jasper dan Rosalie, akan sangat kecewa kalau mereka harus kehujanan menungguku." "Oh, maaf, kurasa kau harus pergi." Aku tak ingin keluar dari mobil.

"Dan barangkali kau ingin trukmu kembali ke rumah sebelum Kepala Polisi Swan pulang, jadi kau tidak perlu memberitahunya tentang insiden di kelas Biologi." Ia tersenyum padaku.

"Aku yakin dia sudah mendengarnya. Tidak ada rahasia di Forks." Aku mendesah.

Ia tertawa, ada kekhawatiran dalam tawanya.

“Selamat bersenang-senang di pantai... cuacanya bagus untuk berjemur." Ia memandangi hujan yang masih turun.

“Apa aku akan bertemu denganmu besok?" "Tidak. Emmet dan aku memulai akhir pekan lebih awal."

"Apa yang akan kalian lakukan?" Seorang teman boleh menanyakan itu, kan? Kuharap suaraku tidak terdengar terlalu kecewa.

"Kami akan mendaki Goat Rocks Wilderness, di selatan

Rainier."

Aku ingat Charlie pernah bilang keluarga Cullen sering pergi kemping.

"Oh, Well, selamat bersenang-senang." Aku berusaha terdengar antusias. Kurasa aku tak berhasil membodohinya.

Senyum tipis merekah di ujung bibirnya. "Maukah kau melakukan sesuatu untukku akhir pekan ini?" Ia berbalik dan menatapku lekat-lekat, matanya yang keemasan menyala-nyala. Aku mengangguk putus asa.

"Jangan tersinggung, tapi kau sepertinya tipe orang yang dengan mudah menarik bahaya seperti magnet. Jadi... cobalah tidak jatuh ke lautan atau tertabrak atau semacamnya, oke?" Ia tersenyum sangat lebar. Keputusasaan memudar ketika ia bicara. Aku memandangnya.

"Akan kuusahakan," ujarku marah ketika melompat menerobos hujan. Aku membanting pintu mobil sekuat tenaga. Ia masih tersenyum ketika berlalu dari pandanganku. 6. KISAH-KISAH SERAM

KETIKA duduk di kamarku, berusaha berkonsentrasi pada bagian ketiga Macbeth, aku menunggu-nunggu suara trukku. Kupikir, meskipun di tengah guyutan hujan, aku pasti akan mendengar deru mesinnya.

Tapi ketika aku mengintip dari balik tirai—lagi—truk itu tiba-tiba sudah di sana. Aku sama sekali tak menanti-nantikan hari Jumat, dan ini melebihi sesuatu yang tidak kuharapkan. Tentu saja ada komentar-komentar tentang insiden aku pingsan.

Terutama Jessica, sepertinya ia sudah mendengar semuanya. Untungnya Mike tidak bilang apa-apa, dan sepertinya tak seorang pun tahu Edward terlibat. Meski begitu, Jessica punya banyak sekali pertanyaan mengenai kejadian saat makan siang.

"Jadi, apa yang diinginkan Edward Cullen kemarin?" Jessica bertanya di kelas Trigono.

"Aku tidak tahu," jawabku jujur. "Dia tak pernah mengatakannya."

"Kau sepertinya agak marah," pancing Jessica.

"Oh ya?" sahutku, wajahku tetap datar.

"Kau tahu, aku tak pernah melihatnya duduk dengan orang lain kecuali keluarganya. Itu aneh."

"Memang aneh," ujarku setuju. Jessica tampak jengkel; ia mengibaskan rambut ikalnya yang berwarna gelap dengan tidak sabar—kurasa ia mengharapkan jawaban yang bisa digosipkannya pada orang lain.

Itulah bagian terburuk dari hari Jumat, dan meskipun aku tahu Edward takkan muncul, aku toh masih berharap. Ketika aku memasuki kafetaria bersama Jessica dan Mike, aku tak bisa menahan diri memandang meja tempat ia biasa duduk. Hari ini hanya Rosalie, Alice, dan Jasper yang duduk mengobrol di sana. Dan aku tak bisa mengenyahkan kesedihan yang menyelimutiku ketika menyadari berapa lama lagi aku harus menunggu sampai bisa melihat Edward lagi.

Penutup Novel Twilight – Golongan Darah Bab 26

Gimana Novel twilight – Golongan Darah Bab 26 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol nvaigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: