Novel Elena ditulis oleh Ellya Ningsih, Banyak yang berharap penulis novel ini akan menjadi the next Tere Lie. Novel Elena juga memiliki versi cetak yang lengkap. Anda bisa memesannya di nomor Wa : 085703404372 atau 088218909378.
Oh iya membaca novel hanyalah sekedar
hiburan atau hobi atau bahkan pengisi waktu luang saja. Untuk itu admin blog
ini selalu mengingatkan tetaplah nomor satukan Ibadah, Perintah orang tua dan
pekerjaan.
Novel Elena ini ditulis
dengan bahasa yang ringan namun bisa mengobrak abrik emosi pembaca. Tak salah
jika novel ini menjadi viral dan selalu ditunggu bab perbab nya oleh pembaca.
Ok Sekarang silahkan baca Novel Elena Bab 2
Baca Novel Elena Bab 2 Di Sini Sekarang
Elena masih memeluk Al di
dalam taksi, seolah takut kalah. "Ibu, mengapa kita terburu-buru untuk
pergi? Al tidak sempat berpamitan dengan Om tadi.” tanya Al heran. Ellena tidak
menjawab. Dia hanya tersenyum sambil mencium rambut Al. Menutup matanya menemukan
aroma Eugene masih tersisa. "Berhenti di sini, Tuan." kata Elena.
“Ini, Bu? Ternyata tujuannya sudah dekat baru juga naik.
” kata pak supir sambil
tersenyum masam. Elena keluar dari taksi, masih menggandeng Al. Buru-buru
dibukanya pintu rumah dan menemukan dompetnya tergeletak di atas sofa. Ia
mengambil selembar uang seratus ribuan kemudian keluar lagi.
“Iya, maaf ya Pak. Saya
sedang buru buru. Ini, ambil saja kembaliannya.” “Ah terima kasih, Bu.” mata
pak supir berbinar. “Alhamdulillaah sampai rumah.” gumam Elena. “Ibu ... siapa
nama Om tadi?” Al kembali membuka percakapan sambil melepaskan sepatu dan baju
seragam sekolahnya. “Namanya Eugene ...”
"WHO ???"
"Eugene." "Nama yang sulit..." Al dan Elena sama-sama
tertawa. "Tapi Al menyukainya, Bu." Elena tersenyum sambil
menyerahkan baju ganti kepada Al. Dalam hatinya dia berkata, 'Ibu juga
menyukainya'. "Apakah kamu menyukainya juga?" Al menyelidiki. Elena
terkejut, memutar matanya dalam lelucon lalu tertawa. "Anda pikir begitu?"
Elena bertanya pada Al.
"Al tidak tahu, tapi
Om sangat menyukai Ibu." "Ah anak kecil, aku tahu kamu Al."
Elena terkekeh saat dia menerapkan yang kelima jarinya dengan lembut ke wajah
Al. “Ya, Al tau karena di bukunya tertulis banyak sekali nama Ibu ...” Elena
terdiam sesaat, mendadak mulutnya terasa kering. Dipandanginya Al yang ternyata
sedang memandanginya juga. Hati Elena meleleh, Al haus kasih sayang seorang
ayah.
“Memangnya Al sudah bisa
membaca?” “Tentu saja, aku kan sudah pandai menulis dan membaca. Apa sulitnya
mengeja nama Ibu. E-L-E-N-A.” “Kalo Eugene bisa kau mengejanya?” “Hahahaha
tidak bisa.” Al tergelak sendiri. “Sudah, sudah. Ke kamar mandi sana, buang air
kecil, cuci tangan dan kaki. Ibu tunggu di meja makan ya.” Elena bangkit,
beranjak ke dapur.
“Ibu ...” “Ya ... apalagi
Al?” “Apakah ayah pulang malam ini? Apakah ayah bisa datang besok ke sekolah
Al? Jangan-jangan Ibu lupa memberitahu ayah kalau besok ada ‘Hari Profesi’?”
Elena memutar langkahnya, berlutut, mensejajarkan matanya dengan mata Al. Lalu
memeluknya. “Ibu tidak lupa. Hanya saja ayah ada pekerjaan penting yang tidak
bisa ditinggalkan besok ... Mungkin ayah baru bisa pulang pekan depan. Maaf ya
Al ...” “Kalau begitu biar Om Eugene saja yang datang ...” “Mana bisa begitu
...”
“Bisa saja kalau Om
Eugene mau.” “Apa maksudmu, Al?” “Bukan apa-apa ...” Al tidak mengindahkan
perkataan ibunya, ia malah masuk kamar dan menutup pintu. Elena menghela napas
panjang, nampaknya makan siang kali ini terpaksa dilewatkan. Perasaan Elena
tidak enak. Ia curiga diam-diam Al melakukan sesuatu tadi siang. Anak itu
terkadang melakukan ide ide konyol. Tapi apa?
Eugene "Bodoh!"
Eugene mengutuk dirinya sendiri saat dia berjalan kembali ke hotel tidak
terlalu besar tempatia menginap, tak jauh dari mini market tadi. Ah seharusnya
ia tidak gegabah menanyakan hal itu pada Elena di pertemuan pertama. Tapi ia
tidak kuasa menahan keingintahuannya. Sudah tiga hari ini ia di Jakarta,
mencari Elena ke tempat-tempat yang biasa mereka datangi.
Berpindah-pindah tempat
menginap dari satu hotel ke hotel lain. Tapi hasilnya nihil. Diluar dugaan ia
malah menemukannya secara tidak sengaja di mini market saat ia kehabisan rokok
dan ingin membelinya di sana. Keterkejutannya bertambah melihat Elena bersama
Al. Entah mengapa ia begitu yakin Al adalah darah dagingnya. Ia begitu ingin
mengenal Al lebih dekat tapi Elena tidak memberikannya kesempatan sama sekali.
Padahal ia terlanjur jatuh cinta pada anak itu saat pertama mengelus rambutnya.
Cutinya sisa empat hari,
ia harus segera kembali ke Taipei atau kehilangan pekerjaannya. Lalu bagaimana
menemukan mereka lagi? cara Eugene memasuki lobi hotel, seketika
keringatnyaserasa diusapolehudara dingin penyejuk ruangan. Ia mampir sebentar
ke meja resepsionis untuk menanyakan apakah ada pesan atau telepon masuk
untuknya.
Iatakpernah terbiasa
membawa handphone, menurutnya benda itulah yang membuat manusia terjajah. Dulu
Elena pernah marah-marah karena ia tak kunjung membeli satu untuk sekedar
mempermudah komunikasi. Ada dua telepon masuk untuknya. Satu dari ibunya di
Kanada. Satu lagi dari Mary Ann di Taipei, ia akan meneleponnya nanti. Ia
mengucapkan terima kasih lalu masuk ke lift naik ke kamarnya di lantai tiga.
Tiba di kamarnya, Eugene
langsung meraih handuk lalu mandi. Ia membuka kran shower dan merasakan
kesejukan airnya menerpa tubuhnya yang berdebu dan terasa penat sekali. Selesai
mandi. Masih menggunakan handuk, ia membuka kulkas kecil yang tersedia di pojok
kamarnya. Mengambil sekaleng bir ditaruhnya di atas kulkas lalu duduk di tepi
tempat tidur.
Diraihnyaj tas selempang,
mengeluarkan semua isinya. Ia mencari sebungkus rokok yang sempat dibelinya
setelah Elena pergi. Sebatang rokok diselipkan di antara dua jemarinya
sementara tangan yang satunya mencari-cari pemantik. Tapi yang terpegang justru
buku yang siang tadi dipinjamkannya pada Al. Hatinya mendadak tertarik,
teringat Al.
Dibukanya dengan tak sabar, ah baru kali ini ia sebegitu penasaran dengan apa yang anak kecil gambar. Ia menemukan gambar-gambar gerbong dan lokomotif dengan asap membumbung dari cerobongnya. Nampaknya Al suka sekali kereta. Di halaman berikutnya ia menemukan tulisan Al, naik turun tak beraturan, huruf hurufnya ada yang terlalu besar dan terlalu kecil. Eugene tertawa tertahan. Ia mencoba membacanya, tapi ia tak memahami artinya.
Baca Bab Berikutnya
Silahkan klik Navigasi Bab untuk baca berikutnya.
0 comments: