Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 19 yang dipersembahkan oleh
Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan
solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.
Baca Novel Twilight –Undangan Bab 19
"Dad?" aku bertanya
ketika ia hampir selesai makan.
"Yeah, Bella?"
"Mmm, aku hanya ingin memberitahumu, aku akan
akhir pekan di Searttle Sabtu depan... kalau boleh?" Aku tidak ingin minta
izin—itu memberi kesan buruk—tapi aku merasa sikapku kasar, jadi aku
menyelipkannya di bagian akhir.
"Kenapa?" Ia terkejut, seolah ada sesuatu
yang tak bisa ditawarkan Forks.
"Well, aku ingin membeli beberapa buku—koleksi perpustakaan di sini sedikit sekali—dan barangkali membeli beberapa pakaian juga.
" Uangku lebih banyak dari
biasanya, berkat Charlie, mengingat aku tak perlu membeli mobil. Bukan berarti
truk itu tidak menghabiskan banyak biaya. Bahan bakarnya boros sekali.
"Barangkali sistem pembakaran truk itu
bermasalah," katanya, menyuarakan pikiranku.
"Aku tahu, aku akan berhenti di Montesano dan
Olympia—dan di Tacoma kalau terpaksa." "Apa
kau pergi sendirian?" tanyanya, dan aku tak bisa menebak apakah ia curiga
aku punya pacar gelap atau hanya mengkhawatirkan trukku.
"Ya."
"Seattle kota besar—kau bisa tersesat,"
ujarnya waswas. "Dad, Phoenix lima kali lebih besar daripada Seattle— dan
aku bisa membaca peta, jangan khawatir."
"Kau mau aku ikut bersamamu?"
Aku berusaha menyembunyikan rasa ngeriku mendengar
ucapannya.
"Tidak apa-apa, Dad, barangkah aku akan seharian
menjajal pakaian—sangat membosankan." "Oh, oke." Membayangkan
bakal duduk di toko pakaian wanita langsung mematikan niatnya.
"Terima kasih." Aku tersenyum.
"Apa kau akan kembali saat pesta dansa?"
Grrr. Hanya di kota sekecil ini seorang ayah
mengetahui kapan pesta dansa sekolah diadakan.
"Tidak—aku tidak berdansa, Dad." Dari semua
orang di dunia ini, harusnya ia mengetahuinya—mengingat aku tidak mewarisi
masalah keseimbanganku dari ibuku.
Ia ternyata mengerti. "Oh, ya benar," katanya. Keesokan paginya, ketika akan memarkir truk, aku sengaja parkir sejauh mungkin dari Volvo silver itu. Kalau berada di dekatnya, bisa-bisa aku tergoda untuk merusaknya.
Ketika keluar dari truk, kunciku terjatuh dari genggaman dan
mendarat di kaki. Ketika aku membungkuk untuk mengambilnya, sebuah tangan putih
bergerak cepat dan mendahului aku. Aku langsung menegakkan rubuhku. Edward Cullen
tampak tepat di sebelahku, bersandar santai di trukku.
"Bagaimana kau melakukannya?” tanyaku kaget sekaligus sebal.
"Melakukan apa?" tanyanya sambil
mengulurkan kuna trukku. Ketika aku meraihnya, ia menjatuhkannya di telapak
tanganku. "Muncul tiba-tiba."
"Bella, bukan salahku kalau kau tak pernah
memerhatikan sekelilingmu." Seperti biasa
suaranya tenang—lembut, merdu.
Kutatap wajahnya yang sempurna. Warna matanya berubah
terang lagi hari ini, warna madu keemasan yang kental. Lalu aku menunduk, untuk
menenangkan diri. "Kenapa kau membuat kemacetan kemarin?" tanyaku
sambil tetap mengalihkan pandangan. "Kupikir kau seharusnya berpura-pura
aku tidak ada, bukannya membuatku kesal setengah mati."
"Itu demi kebaikan Tyler, bukan aku. Aku harus
memberinya kesempatan," oloknya.
"Kau...," ujarku geram. Aku tak bisa
memikirkan katakata yang cukup jahat. Seharusnya amarahku ini bisa membakarnya,
tapi sepertinya ia malah semakin terhibur. "Dan aku tidak berpura-pura kau
tidak ada," lanjutnya. "Jadi, kau sedang berusaha membuatku kesal
sampai
mau mati rasanya? Mengingat van Tyler gagal membunuhku?"
Amarah berkilat-kilat di matanya yang kekuningan.
Bibirnya terkatup rapat, seluruh humornya lenyap. "Bella, kau benar-benar
sinting," katanya, suaranya dingin.
Telapak tanganku memanas—ingin sekali rasanya aku
memukul sesuatu. Aku terkejut pada diriku sendiri. Aku biasanya tidak menyukai
kekerasan. Aku berbalik dan meninggalkannya.
"Tunggu," panggilnya. Aku terus berjalan
marah, menerobos hujan. Tapi ia menyusulku dengan mudah. "Maafkan aku,
sikapku tadi itu kasar," katanya sambil berjalan. Aku mengabaikannya.
"Aku tidak bilang itu tidak benar,” lanjutnya, "tapi bagaimanapun
juga itu kasar." "Kenapa kau tidak meninggalkanku sendirian?" gerutuku.
"Aku ingin menanyaimu sesuatu, tapi kau
menghalangiku,” ia tertawa. Sepertinya selera humor Edward sudah kembali.
"Kau ini berkepribadian ganda ya?" tanyaku
ketus.
"Kau melakukannya lagi."
Aku menghela napas. "Baik kalau begitu. Apa yang
ingin kautanyakan?"
"Aku sedang bertanya-tanya, seminggu setelah
Sabtu depan – kau tahu, pesta dansa musim semi—"
"Kau sedang melucu
ya?" aku menyelanya, mengitarinya.
Wajahku basah kuyup saat menengadah memandangnya.
Penutup Novel Twilight –
Undangan Bab 19
Gimana Novel twilight – Undangan Bab 19 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: