Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 16 yang dipersembahkan oleh
Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan
solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.
Baca Novel Twilight –Fenomena Bab
16
Lalu semua terlontar begitu
saja.
"Yang kutahu kau tak ada di dekatku—Tyler juga
tidak melihatmu, jadi jangan bilang aku mengarang semuanya. Van itu mestinya
sudah menghancurkan kita berdua—tapi nyatanya tidak, dan tanganmu meninggalkan
lekukan di badan mobil itu—juga di mobil yang lain, dan kau sama sekali tak
terluka—dan van itu seharusnya
menghancurkan kakiku, tapi kau menahannya..."
Aku bisa mendengar berapa itu terdengar sinting dan
aku tak bisa melanjutkannya.
Aku begitu marah sehingga bisa merasakan air mata
mulai menggenangi mataku; aku berusaha menahannya dengan menggertakkan gigiku.
Ia menatapku tak percaya. Tapi wajahnya tegang tampak bersalah.
"Kaupikir aku mengangkat mobil van dari atas tubuhmu?" nada
suaranya mempertanyakan kewarasanku, tapi itu justru membuatku semakin curiga.
Itu seperti kalimat yang dibawakan dengan baik sekali oleh aktor berbakat.
Aku hanya mengangguk sekali, rahangku mengeras.
"Tak ada yang bakal memercayai itu, kau tahu." Suaranya terdengar
mengejek sekarang. "Aku takkan memberitahu siapa-siapa." Aku
mengucapkan setiap kata dengan pelan, hati-hati mengendalikan amarahku.
Wajahnya tampak kaget. "Lalu kenapa kau
mempermasalahkannya?"
"Ini penting buatku," desakku. "Aku
tak suka berbohong— jadi sebaiknya ada alasan yang baik mengapa aku
melakukannya.
"Tak bisakah kau berterima kasih saja dan
melupakannya?"
"Terima kasih." Aku menunggu, marah dan
berharap.
“Kau takkan menyerah, kan?"
"Tidak."
"Kalau begitu... kuharap kau menikmati
kekecewaanmu.”
Kami saling menatap marah dalam hening. Akulah yang
pertama bicara, mencoba tetap fokus. Perhatianku nyaris teralihkan oleh
wajahnya yang pucat dan menawan.
Rasanya seperti menatap malaikat penghancur.
“Kenapa kau bahkan peduli?" tanyaku dingin. Ia
berhenti, dan sesaat wajahnya yang indah tak disangka, sangka berubah rapuh.
"Aku tak tahu," bisiknya.
Lalu ia berbalik dan menjauh.
Aku sangat marah, hingga butuh beberapa menit agar
bisa bergerak. Setelah bisa berjalan, aku melangkah pelan menuju pintu keluar
di ujung lorong.
Ruang tunggu lebih tidak menyenangkan dari yang
kukhawatirkan. Sepertinya semua wajah yang kukenal di Forks ada di sana,
menatapku. Charlie bergegas ke sisiku; aku mengangkat tangan.
"Aku tidak apa-apa," kuyakinkan dirinya
dengan nada jengkel. Aku masih kesal, tak ingin berbasa-basi.
"Apa kata dokter?"
"Dr. Cullen memeriksaku, dan katanya aku
baik-baik saja dan bisa pulang." Aku menghela napas. Mike, Jessica, dan
Eric ada di sana, mulai bergabung dengan kami. "Ayo," pintaku.
Charlie meletakkan lengannya di punggungku, tidak
benar-benar menyentuhku, lalu membimbingku ke pintu keluar yang terbuat dan
kaca. Aku melambai malu-malu ke arah teman-temanku, berharap bisa menunjukkan
bahwa mereka tak perlu khawatir lagi. Rasanya sangat lega—itulah pertama
kalinya aku merasakannya—berada di mobil patroli.
Sepanjang perjalanan kami berdiam diri. Aku begitu
larut dalam pikiranku sampai-sampai tidak menyadari keberadaan Charlie di
dekatku. Aku yakin sikap defensif Edward di lorong tadi merupakan jawaban atas
hal-hal aneh yang kusaksikan, yang masih tak bisa kupercaya. Ketika kami tiba
di rumah, Charlie akhirnya bicara. "Mm... kau harus menelepon Renee."
Ia menunduk bersalah.
Aku terkejut. "Kau memberitahu Mom!"
"Maaf."
Aku membanting pintu mobil patroli sedikit lebih
keras daripada seharusnya ketika keluar.
Tentu saja ibuku histeris. Aku harus memberitahunya sedikitnya tiga puluh kali bahwa aku baik-baik saja sebelum ia bisa tenang. Ia memohon supaya aku mau pulang— melupakan kenyataan bahwa saat itu rumah kosong—tapi permohonan Mom lebih mudah kutolak daripada yang kubayangkan. Aku asyik dengan misteri yang disimpan Edward.
Dan agak lebih
terobsesi kepada Edward. Bodoh, bodoh, bodoh. Aku tidak terlalu ingin
meninggalkan Forks sebagaimana seharusnya, sebagaimana yang seharusnya
diinginkan orang normal dan waras.
Kuputuskan akan tidur lebih cepat malam ini. Charlie
terus memerhatikanku dengan waswas, dan itu membuatku kesal. Aku mengambil tiga
Tyfenol di kamar mandi. Obat ini lumayan membantu, dan begitu rasa sakitnya
mereda, aku tertidur pulas.
Itu adalah malam pertama aku memimpikan Edward Cullen.
Penutup Novel Twilight –
Fenomena Bab 16
Gimana Novel twilight – Fenomena Bab 16 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: