Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 14 yang dipersembahkan oleh
Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan
solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.
Baca Novel Twilight –Fenomena Bab
14
Benar-benar hening untuk waktu yang lama sebelum terdengar
jeritan. Dalam kekacauan yang tiba-tiba, aku bisa mendengar lebih dari satu
orang meneriakkan namaku. Tapi lebih jelas lagi daripada semua teriakan itu,
aku bisa mendengar suara pelan dan waswas Edward Cullen di telingaku.
"Bella? Kau baik-baik saja?"
"Aku tidak apa-apa." Suaraku terdengar
aneh. Aku mencoba duduk dan menyadari ia memegangiku sangat erat di satu sisi
tubuhnya.
"Hati-hati," ia mengingatkan ketika aku
menggeser tubuhku. "Kurasa kepalamu terbentur cukup keras." Aku
menyadari rasa sakit yang amat sangat di atas telinga kiriku. "Aduh,"
kataku, terkejut.
"Itulah yang kupikirkan." Anehnya suara
Edward terdengar seperti menahan tawa.
"Bagaimana bisa..." suaraku perlahan
menghilang. Aku berusaha menjernihkan pikiran, mengumpulkan kekuatan.
"Bagaimana kau bisa sampai di sini secepat
itu?" "Aku berdiri di sebelahmu. Bella," katanya, nada suaranya
kembali serius.
Aku mencoba duduk dan kali ini ia membiarkanku, melepaskan pegangannya di pinggangku dan mundur sejauh mungkin di ruang yang sempit itu.
Aku memandang wajahnya yang waswas dan polos, dan sekali lagi aku merasa
bingung karena kekuatan matanya yang berwarna keemasan. Apa yang kutanyakan
padanya tadi? Lalu mereka menemukan kami, kerumunan orang dengan air mata
membasahi wajah mereka, saling berteriak, berteriak pada kami.
"Jangan bergerak," seseorang memerintah.
"Keluarkan Tyler dari bawah van!" terdengar teriakan Uin. Banyak sekali kesibukan di
sekeliling kami. Aku mencoba bangkit, tapi tangan Edward yang dingin menahan
bahuku.
"Sekarang jangan bergerak dulu."
"Tapi dingin," aku mengeluh. Aku terkejut ketika
ia tertawa kecil. Ada kegetiran dalam suaranya. "Kau ada di sebelah
sana," tiba-tiba aku ingat, dan tawa kecilnya langsung terhenti. "Kau
ada di sebelah mobilmu."
Ekspresinya berubah kaku. "Tidak."
"Aku melihatmu." Sekeliling kami kacau. Aku
bisa mendengar suara orang-orang dewasa yang lebih keras mendekat. Tapi aku
tetap bersikeras mendebatnya; aku benar, dan ia akan mengakuinya.
"Bella, aku sedang berdiri bersamamu, dan aku
menarikmu dari sana." Ia menyalurkan kekuatan pandangannya padaku, seolah
berusaha memberitahu sesuatu yang penting. "Tidak." Rahangku
mengeras.
Warna emas di matanya berkilat-kilat. "Kumohon,
Bella."
"Kenapa?" desakku.
“Percayalah padaku," ia memohon, suaranya yang
lembut menggodaku.
Aku bisa mendengar suara sirene sekarang. "Maukah kau berjanji menceritakan semuanya nanti?"
“Ya,” tukasnya, tiba-tiba terdengar putus asa.
“Oke,” aku mengulanginya dengan nada marah.
Butuh enam petugas paramedis dan dua guru—Mr. Varner dan Pelatih Clapp–untuk
memindahkan van itu cukup jauh dari
kami sehingga tandunya bisa dibawa mendekat. Edward dengan kasar menolak, dan
aku berusaha melakukan yang sama, tapi Edward si pengkhianat memberitahu mereka
kepalaku terbentur dan mungkin mengalami gegar otak.
Aku nyaris mati karena malu ketika mereka memasang
penyangga di leherku. Sepertinya seluruh sekolah ada di sana, menyaksikan
ketika mereka mengangkutku ke dalam ambulans. Edward naik di depan.
Menjengkelkan. Yang membuat segalanya lebih parah, Kepala Polisi Swan tiba
sebelum mereka membawaku pergi dengan selamat.
"Bella!" ia berteriak panik ketika
menyadari aku ditandu. "Aku baik-baik saja, Char—Dad," keluhku.
"Aku tidak apa-apa.”
Ia beralih ke petugas paramedis di dekatnya untuk
menanyakan keadaanku. Aku berusaha tidak mendengarkan karena kepalaku sudah
penuh dengan berbagai pertanyaan. Ketika mereka mengangkatku menjauh dari
mobil, aku melihat lekukan dalam di bemper mobil cokelat itu—lekukan sangat
dalam yang sesuai dengan kontur bahu Edward... seolah-olah ia telah menahan
mobil itu dengan tenaga yang bisa merusak bingkai baja itu...
Keluarganya tampak di kejauhan, ekspresi mereka
beragam, mulai dari protes sampai marah tapi tak ada sedikit pun kepedulian
akan keselamatan saudara mereka. Aku berusaha mencari solusi masuk akal yang
bisa menjelaskan apa yang baru saja kulihat—solusi yang menghilangkan asumsi
bahwa aku gila.
Tentu saja polisi mengawal ambulans itu menuju rumah sakit
wilayah. Aku merasa konyol ketika mereka menurunkan aku. Yang membuatnya lebih
buruk, Edward bisa melewati pintu rumah sakit tanpa bantuan sama sekali.
Aku menggertakkan gigiku.
Mereka membawaku ke UGD, ruangan panjang dengan barisan tempat tidur yang dipisahkan oleh tirai berpola warna pastel. Seorang juru rawat meletakkan alat pemeriksa tekanan darah di lenganku dan termometer di bawah lidah.
Karena tak ada yang bersedia menarik tirai agar aku mendapatkan
privasi, kuputuskan aku tak perlu lagi mengenakan penyangga leher bodoh itu.
Ketika juru rawat pergi, aku cepat-cepat melepaskan Velcro itu dan melemparnya
ke kolong tempat tidur.
Lalu datang pasien lain, sebuah tandu diangkut ke
tempat tidur di sebelahku. Aku mengenali Tyler Crowley, temanku di kelas
Pemerintahan, balutan perban bernoda darah tampak erat membungkus kepalanya.
Tyler kelihatan seratus kali lebih parah daripada yang kurasakan. Ia menatapku
waswas.
"Bella, maafkan aku!"
"Aku tidak apa-apa, Tyler—kau tampak buruk, apa
kau baik-baik saja?" Ketika kami bicara, para juru rawat mulai melepaskan
perban di kepalanya, memperlihatkan luka gores yang jumlahnya banyak di sekujur
kening dan pipi kirinya.
Ia mengabaikanku. "Kupikir aku bakal membunuhmu!
Aku mengemudi terlalu cepat, dan mobilku selip..." Ia meringis ketika
salah seorang juru rawat mengelap wajahnya.
"Jangan khawatirkan itu; kau tidak
mengenaiku."
"Bagaimana kau bisa menyingkir secepat itu? Kau
ada di sana, lalu kau menghilang..." "Mmm... Edward menarikku."
Ia terlihat bingung. "Siapa?"
"Edward Cullen—dia berdiri di sebelahku." Aku tak
pernah pandai berbohong; aku sama sekali tidak terdengar meyakinkan.
Penutup Novel Twilight –
Fenomena Bab 14
Gimana Novel twilight – Fenomena Bab 14 ? keren kan ceritanya. Tentunya
kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami
telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: