Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 11 yang dipersembahkan oleh
Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan
solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.
Baca Novel Twilight –Buku yang
Terbuka Bab 11
Aku memamerkan kemampuanku, hanya
sedikit. Aku pernah melakukan percobaan ini, dan tahu apa yang kucari.
Seharusnya mudah. Aku menaruh slide pertama di bawah mikroskop dan langsung
menyesuaikan pembesarannya menjadi 40X. Kupelajari slide-nya sebentar.
Aku yakin dengan pengamatanku.
"Profase." "Boleh aku melihatnya?" pintanya ketika aku
mulai memindahkan slide-nya. Edward mencoba menghentikannya dengan memegang
tanganku. Jari-jarinya dingin bagai es, seolah ia baru saja menggenggam
tumpukan salju sebelum kelas dimulai. Tapi bukan itu yang membuatku buru-buru
menarik tangan.
Ketika ia menyentuhku, jarinya
menyengatku bagai aliran listrik. "Maaf," gumamnya pelan, langsung
menarik tangannya. Bagaimanapun, ia tetap meraih mikroskop. Meski masih kaget,
aku memerhatikannya mengamati slide lebih cepat daripada yang kulakukan tadi.
"Profase," ia setuju, dan menuliskannya
dengan rapi pada halaman pertama lembar kerja kami. Ia langsung mengganti slide
pertama dengan yang kedua, lalu melihatnya sepintas lalu.
“Anafase," gumamnya, sambil menulis.
Aku berusaha terdengar tak peduli. "Boleh
kulihat?" Ia tertawa mengejek, dan mendorong mikroskop ke arahku.
Aku mengamati lewat lubang mikroskop dengan penasaran, dan
merasa kecewa karena dugaanku salah. Sial, ia benar.
“Slide tiga?" Kuulurkan tanganku tanpa
memandangnya. Ia menyerahkannya padaku; sepertinya berhati-hati agar tidak
menyentuhku lagi.
Aku berusaha mengenalinya secepat aku bisa.
“Interfase." Aku mengoper mikroskop sebelum ia memintanya. Ia mengintip sebentar, lalu menuliskannya.
Aku bisa saja menuliskannya ketika ia sedang
mengamati, tapi tulisannya yang jelas dan rapi membuatku minder. Aku tak ingin
merusak lembar kerja kami dengan tulisan cakar ayamku.
Kami selesai duluan. Aku bisa melihat Mike dan partnernya membandingkan dua slide lagi dan lagi, dan kelompok lain membuka buku di bawah meja. Aku tak punya pilihan lain kecuali memandangnya. Aku mendongak, dan ia sedang menatapku, pandangan frustrasi dan misterius yang sama. Tiba-tiba aku menemukan perbedaan yang tak terkatakan selama ini di wajahnya.
"Kau memakai lensa kontak, ya?" kataku tanpa berpikir.
Ia tampak
bingung dengan pertanyaanku yang tak terduga itu. "Tidak."
"Oh," gumamku. "Kupikir ada yang
berbeda dengan matamu.”
Ia mengangkat bahu dan memalingkan wajah. Sebenarnya aku yakin ada sesuatu yang berbeda. Aku ingat jelas warna hitam kelam matanya ketika terakhir kali melihatnya—warna itu sangat kontras dengan kulit pucat dan rambutnya yang cokelat kemerahan.
Hari ini warna matanya benar-benar berbeda:
cokelat kekuningan yang aneh, lebih gelap dari mentega, tapi dengan nuansa
keemasan yang sama. Aku tidak mengerti kenapa bisa begitu, kecuali ia berbohong
tentang lensa kontaknya. Atau barangkali Forks membuatku sinting dalam artian
sebenarnya.
Aku menunduk. Tangannya mengepal lagi.
Lalu Mr. Banner menghampiri meja kami, untuk melihat
mengapa kami tak melakukan apa-apa. Ia melihat dari balik bahu, menatap
percobaan yang sudah selesai, lalu melihat lebih serius untuk memeriksa jawaban
kami. "Jadi, Edward, tidakkah kaupikir Isabella perlu diberi kesempatan
menggunakan mikroskop?" tanya Mr. Banner. "Bella," Edward
meralat ucapan Mr. Banner.
"Sebenarnya dia mengidentifikasi tiga dari lima
slide itu." Sekarang Mr. Banner menatapku; ekspresinya skeptis. "Apa
kau pernah melakukan percobaan ini sebelumnya?" tanyanya.
Aku tersenyum malu-malu. "Tidak dengan akar bawang
merah."
"Whitefish blastula?”
"Yeah."
Mr. Banner mengangguk. "Apa kau masuk kelas
khusus di Phoenix?"
"Ya."
"Well"
katanya setelah beberapa saat. "Kupikir kalian cocok menjadi
partner." Ia menggumamkan sesuatu lagi sambil berlalu. Setelah ia pergi, aku
mulai mencoret-coret buku catatanku.
"Sayang sekali turun salju, ya kan?" Edward
bertanya.
Aku punya perasaan ia terpaksa bercakap-cakap denganku.
Ketakutan kembali menyelimutiku. Seolah-olah ia telah
mendengar percakapanku dengan Jessica saat makan siang tadi dan berusaha
membuktikan aku salah.
“Tidak juga," jawabku jujur, dan bukannya
berpura-pura normal seperti yang lain. Aku masih berusaha menyingkirkan
kecurigaan yang tolol ini, dan aku tak bisa berkonsentrasi.
“Kau tidak suka dingin." Itu bukan pertanyaan.
"Atau basah."
"Forks pasti bukan tempat menyenangkan
bagimu," ujarnya melamun.
"Kau tak tahu bagaimana rasanya." gumamku dingin. Ia tampak terpesona oleh perkataanku, entah untuk alasan apa, aku tak bisa membayangkannya.
Penutup Novel Twilight – Buku
yang Terbuka Bab 11
Gimana Novel twilight – Buku yang Terbuka Bab 11 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol nvaigasi bab di bawah ini.
0 comments: